Indongensia #86: Mengayomi, Melayani, Melindungi

Pernah suatu kali saya ditilang di sebuah pertigaan karena tidak menyalakan lampu di siang bolong.
Sedikit mengejutkan walaupun ada aturannya “…wajib menyalakan lampu utama pada siang hari“.

Saya mengendarai sebuah motor keluaran tahun 2006, jika dihitung dari tahun kejadian usia motor sudah 12 tahun dan teknologi tahun 2006 lampu masih dinyalakan secara manual.

Andaikata itu malam hari para pengendara motor yang tidak menyadari lampunya mati maka otomatis bertanya-tanya “kok jalanan gelap ya?” kemudian mereka sadar “eh, belum nyalain lampu”.
Tapi pada siang bolong rasanya tidak ada pengendara yang sadar kalau lampu depannya mati, juga tidak ada pengendara yang sadar pula jika lampu depannya tiba-tiba rusak dan mati di jalan walaupun ia sudah menghidupkannya dari rumah.

Karena jelas, yang pertama cahaya lampu yang menyorot ke jalan dan memantul ke mata kita kalah terang dengan cahaya matahari, kedua tidak ada satupun motor yang dilengkapi indikator kalau lampunya rusak, yang ada cuma indikator lampu jauh atau lampu dekat.

Tak peduli, kala itu polisi memberhentikan saya bukan hanya untuk memberi tahu kalau lampu depan saya mati tapi juga untuk menilang, tidak mencerminkan slogan mereka sendiri malah “Memberhentikan, Mendebat, dan Menilang”.

Cukup sudah kisah dari dalam negri, ada kisah menarik dari semesta lain mengenai kepolisian di Indongengsia #86. Polisi benar-benar menjadi contoh baik pada masyarakat, menindak adalah opsi terakhir karena mereka menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Melindungi masyarakat adalah prioritas utama termasuk melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan anggota polisi.

Contohnya dalam kasus tidak menyalakan lampu utama pada siang hari pengendara tetap diberhentikan, diberitahu kalau lampunya mati, lalu dicek fitur motor apakah ada teknologi lampu otomatis, kemudian dicek apakah lampunya masih berfungsi, jika masih berfungsi maka pengendara hanya dianggap lupa tidak menyalakan lampu, namun jita ternyata rusak maka akan diberi surat pra-tilang dan supaya segera memperbaiki lampunya.



Sistem pra-tilang seperti kartu kuning dalam sepak bola apabila diberhentikan lagi karena kasus yang sama maka si pengendara di tilang jadi tidak ada alasan lampu rusak yang digunakan setiap diberhentikan.

Pra-tilang ini tidak hanya untuk kasus lampu rusak juga kasus ringan seperti plat nomor tidak dipasang, tidak bisa menunjukkan SIM atau STNK, ataupun berbelok tanpa menggunakan lampu sign, karena beberapa hal di jalan raya bisa dimaklumi karena berbagai sebab, bisa jadi plat nomor jatuh tanpa sepengetahuan pengendara, lupa membawa walaupun punya SIM dan STNK, ataupun lampu sign ternyata mati walaupun indikatornya hidup.

Dalam kasus SIM atau STNK misalnya, apabila pengendara lupa maka disuruh menghubungi keluarga di rumah untuk mengirimkan SIM atau STNK, kalau tidak bisa menunjukkan barulah di tilang.

Namun untuk pelanggaran menengah seperti berkendara sambil merokok, berkendara sambil bermain handphone atau berkendara tanpa menggunakan helm langsung ditilang karena pelanggaran tersebut dikatakan tidak ringan, siapapun pasti secara sadar sedang mengemudi dan ada yang kurang, masa iya gak pake helm tapi gak kerasa?

Sekali lagi di Indongengsia #86 denda adalah tindakan terakhir sehingga masyarakat tidak perlu takut lagi dengan yang namanya denda dan tidak ada lagi tuduhan pada penegak hukum memberhentikan pengendara atau pengemudi hanya untuk mencari uang.

Kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum tinggi, mereka merasa aman jika ada polisi di sekitarnya.
Lalu bagaimanakah di negaramu? Apakah kamu merasa aman atau malah merasa terintimidasi ketika banyak polisi disekitarmu?

Leave a comment